IT Deployment Team

Selasa, 09 April 2013

Sang Legenda Wanita Indonesia IBU Kartini

karini          EMANSIPASI WANITA. Dua kata yang menjadi senjata ampuh bagi wanita saat ini. Dua kata tersebut seakan merefleksikan kebebasan untuk memilih dan bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan tanpa ada perbedaan masalah gender. Tanpa ada perlakuan yang berbeda antara wanita dan laki-laki. Tentu saya dan Anda akan selalu ingat, siapa yang mempelopori kata yang syarat makna tersebut. Ya, setiap anak bangsa Indonesia pasti akan mengenal sosok R. A Kartini sebagai pejuang emansipasi wanita di Indonesia. Yang menjadi pertanyaan, apakah saya dan Anda benar-benar memahami apa makna sebenarnya dari emansipasi wanita yang beliau utarakan? Apakah saya dan Anda benar-benar paham latar belakang yang menyebabkan emansipasi tercipta dan menginspirasi wanita Indonesia? Kemudian, apakah saya dan Anda memahami bagaimana cara mengimplementasiikan emansipasi wanita secara benar dan utuh sesuai dengan hakikat emansipasi wanita yang Ibu Kartini utarakan? Persoalan ini yang menjadi pertanyaan besar bagi para wanita di Indonesia bahkan para laki-laki sebagai pendamping hidup para wanita Indonesia.

        R. A Kartini lahir di Jepara, 21 April 1879 sebagai salah satu anak bangsawan. Sebagai anak bangsawan Jawa tentu kehidupannya tidak terlepas dari ikatan adat istiadat yang sangat mengekang waktu itu, apalagi dia merupakan seorang keturunan bangsawan Jawa. Dalam kehidupan masa kecilnya, dia merasakan banyak ketidakadilan dalam memperlakukan seorang laki-laki dengan wanita.Ada hak istimewa bagi laki-laki untuk melakukan sesuatu yang lebih daripada wanita . Misalkan masalah pendidikan. Kartini merasa pada waktu itu, wanita Jawa tidak berhak untuk belajar ilmu sebagaimana seorang laki-laki. Padahal dalam benaknya, Kartini beranggapan tidak ada yang salah kalau wanita juga harus belajar. Justru dengan belajar, seorang wanita mampu menghargai dan menghormati laki-laki.

          Untuk itulah dia melakukan perjuangan untuk memperoleh pendidikan dan akhirnya dia mendapat kesempatan untuk belajar dengan beasiswa ke negeri Belanda. Walaupun akhirnya tidak jadi belajar ke Belanda, Kartini melalui dukungan suaminya (Raden Adipati Joyodiningrat) tetap mengupayakan perubahan-perubahan yang harus dilakukan wanita pada masa itu. Sehingga dengan dukungan suami, Kartini berhasil mendirikan Sekolah Wanita di beberapa tempat. Pemikiran Kartini yang peduli dengan masalah sosial dan pendidikan menjadikan dia  sebagai pelopor kebangkitan wanita Indonesia.

Konsep dan Makna Emansipasi

             Emansipasi terkadang menjadi simbol kebebasan bagi wanita untuk melakukan suatu tindakan sesuai dengan keinginannya. Kemudian, apakah semua kebebasan yang dituntut wanita merupakan perwujudan emansipasi tersebut? Apakah emansipasi itu menjadikan kewajiban dan hak yang sama antara laki-laki dan wanita? Pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa jadi menjadi dasar untuk mengetahui konsep dan makna emansipasi yang benar menurut pencetusnya, R. A Kartini.

           Kalau dirunut ke belakang,  sebuah penggalan surat Kartini pada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902, mematahkan itu semua. “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan wanita, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak wanita itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi, karena kami yakin pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.”

               Dari penggalan surat tersebut sangat jelas, bahwa emansipasi yang dicetuskan oleh Kartini berawal dari kesenjangan kaum wanita yang mendapatkan pendidikan yang kurang seimbang bahkan tidak mendapat pendidikan sebagaimana kaum laki-laki. Dijelaskan pula dalam penggalan surat tersebut, Kartini sadar akan hak dan kewajibannya sebagai wanita, sehingga ia menyatakan keinginan mendapatkan pendidikan bukanlah untuk menjadi persaingan bagi kaum laki-laki tetapi lebih karena untuk menambah kecakapan dalam menunaikan kewajiban sebagai seorang istri, ibu dan pendidik bagi anak-anaknya

           Sehingga emansipasi bukanlah mutlak persamaan hak dan kewajiban laki-laki dan wanita. Tetapi lebih kepada memberikan hak dan kewajiban secara adil dan proporsional untuk meningkatkan kualitas pribadi seorang wanita bukan menjadi pesaing bagi laki-laki. Karena memang kodrat laki-laki dan wanita dari berbagai sudut pandang tetap akan berbeda tidak bisa untuk disamakan. Sehingga, kalau saat ini banyak wanita yang berbicara emansipasi adalah kesamaan hak dan kewajiban antara laki-laki bisa jadi Kartini akan mengangis. Menangis karena emansipasi yang ia cetuskan disalahartikan oleh sebagian banyak wanita.

           Dalam hal pendidikan, prestasi, pekerjaan dan lain-lain bisa jadi emansipasi menjadi salah satu penolong bagi wanita untuk menunjukkan kualitas dirinya. Tetapi emansipasi bukan menjadi kesempatan untuk melecehkan kaum laki-laki yang tidak bisa mencapai prestasi tertinggi dalam beberapa bidang. Karena perlu diingat, secerdas atau sertinggi apapun jabatan wanita dalam pekerjaan, tetap saja dia mempunyai kodrat sebagai wanita. Kodrat yang menempatkan dia tetap harus patuh dan hormat kepada suami. Menghormati dan menghargai seorang suami. Karena suami yang menjadi nakhoda dalam urusan rumah tangga. Selain itu, wanita juga menyadari bahwa, kewajibannya untuk mendidik anak-anaknya menjadi manusia-manusia yang berkualitas. Kewajiban mendidik tersebut merupakan prosentase yang besar bagi seorang wanita, karena sosok ibu merupakan tempat belajar pertama kali dan akan menjadi tempat belajar yang utama dari sang anak.

          Artinya bahwa wanita memang mempunyai hak dan kewajiban tertentu tetapi dia tetap saja seorang wanita yang akan mengurusi rumah tangga, suami maupun anaknya. Wanita mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda dengan laki-laki. Tidak bisa menyamaratakan kewajiban dan hak di antara wanita dan laki-laki.

Emansipasi : Menempatkan Keadilan dan Proporsionalitas dalam Hak dan Kewajiban 

Kalau mencoba mempelajari lebih dalam yaitu melalui kajian agama, Islam tidak pernah mendeskreditkan wanita dalam sebuah kungkungan dan kekuasaan laki-laki. Coba kita cermati An Nisa ayat 32 berikut :
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah SWT kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain, karena bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka peroleh (usahakan) dan bagi wanita juga ada bagian dari apa yang mereka peroleh (usahakan) dan bermohonlah kepada Allah SWT dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisa [4] : 32)

         Sangat jelas makna ayat tersebut yang menyampaikan bahwa, laki-laki mempunyai bagian sendiri begitu pula dengan wanita mempunyai bagian tersendiri apa yang mereka usahakan dan apa yang mereka peroleh. Wanita mempunyai hak yang bisa mereka perjuangkan begitu pula kewajiban yang harus mereka tunaikan dan itu berlaku sebaliknya. Tidak ada penjelasan mengenai melakukan hak dan kewajiban secara bersama atau dengan porsi yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa Islam mengakui perbedaan hak dan kewajiban bagi laki-laki dan wanita bukan menyamaratakan atau bahkan menghilangkan  hak dan kewajiban.

           Maka dari itulah, Kartini mencoba menempatkan emansipasi sebagai jembatan untuk memperoleh hak dalam pendidikan, budaya (adat) dan sosial kemasyarakatan. Kartini mencoba mendobarak bahwa perempuan perlu untuk memperoleh ilmu untuk mengembangkan kualitas hidup mereka. Begitu pula, seorang wanita tidak bisa hanya duduk terdiam dalam kungkungan adat dan harus dipingit menunggu calon suami datang untuk melamar. Dalam bahasa masyarakat Indonesia, wanita hanya mempunyai tempat  di kasur (melayani suami), dapur (memasak) dan sumur (mencuci). Hal seperti inilah yang diubah oleh Kartini.

         Tetapi yang perlu diingat, wanita Indonesia tidak boleh menempatkan emansipasi wanita sebagai tameng untuk mengelak dari kewajiban sebagai wanita. Jangan sampai emansipasi wanita menjadi kebablasan. Emansipasi wanita  memang sangat penting tetapi harus diingat wanita mempunyai kodratnya sendiri untuk dipenuhi agar tidak melalaikan kewajiban sebagai wanita.


Selamat Hari Kartini untuk Seluruh Wanita Indonesia!

Tidak ada komentar: