IT Deployment Team

Sabtu, 08 Juni 2013

KITAB PUASA



Berkata Syaikh Abu Syujak
Syarat-syarat wajib puasa itu ada 3, yaitu pertama adalah beragama Islam, Baligh dan Berakal.

Shaum menurut lughat artinya menahan diri dari sesuatu. Firman Allah

“Sesungguhnya aku bernazar karena Allah, Untuk menahan diri dari bercakap dengan orang” (maryam : 26)

Adapaun shaum menurut syarak artinya menahan diri yang tertentu, oleh orang yang tertentu dalam waktu yang tertentu.
Kemudian ketentu wajibnya berpuasa itu adalah berdasarkan kitab Alquran, Sunnah dan Ijmak Ulama. Di dalam Alquran Allah berfirman :

“Barang siapa diantara kamu melihat bulan tanggal baru, maka hendaklah berpuasa” (Al-baqarah :158)

Didalam hadis dikatakan : Islam didirikan atas lima perkara.  Yang didalamnya disebutkan “puasa Ramadhan”. Dan ijmak telah menetapkan wajibnya puasa Ramadhan.

Kemudian kewajiban puasa tersebut berkaitan dengan orang yang Islam, baligh, Berakal dan (berkuasa)Mampu. Jadi puasa tidak wajib bagi orang kafir. Puasa tidak sah jika dari orang kafir, karena orang kafir bukan termasuk ahli ibadah.

Puasa juga tidak wajib atas anak kecil dan orang gila. Karena sabda Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasalam :

“Qalam pencatat amal telah diangkat dari tiga macam orang, yaitu, anak kecil, orang gila dan orang yang tertidur”

Adapun bagi orang yang sama sekali tidak kuat berpuasa, atau kuat tetapi andaikata diteruskan akan membawa bahaya atau sakit yang tidak dapat ditanggung karena sebab tuannya atau karena sakit yang tidak lagi dapat diharapkan kesembuhannya, maka orang tersebut tidak wajib berpuasa.

Benar tidak wajib berpuasa, akan tetapi orang tersebut wajib  membayar satu mud bahan makanan sebagai gantinya puasa satu hari menurut qaul yang ashah, jika orangnya mampu membayar. Jadi andaikata orang itu tidak mampu membayar ketika itu, tetapi dikemudian hari mampu, apakah wajib dia mambayar mud? Ada dua qaul sebagaimana yang ada di dalam masalah kaffarah jimak ketika orangnya tidak mampu lalu kemudian mampu. Wallahu’alam

Berkata Syaikh Abu Syujak :
Fardhu-fardhu puasa itu ada lima, yaitu pertama Niat, Menahan diri dari makan, Menahan diri dari minum, menahan diri dari Jimak.

Puasa orang tidak sah jika tidak disertai dengan niat, berdasarkan hadis nabi, “tempatnya niat ada didalam hati”. Tidak disyaratkan harus mengucapkan niat. tanpa Khilaf. Niat wajib dilakukan pada malam hari, karena puasa siang hari itu merupakan suatu ibadah yang tersendiri.
Bukankah telah kamu ketahui bahwa apabila salah satu dari hari-hari puasa rusak, maka hal itu tidak dapat membatalkan hari-hari yang lain?

Andaikata seseorang berniat berpuasa untuk segenap bulan ramadhan, sah niatnya untuk hari pertama saja menurut mazhab yang kuat.
Wajib bagi seseorang menjelaskan niat di dalam puasa fardhu. Dan wahib pula melakukan niatnya pada malam hari. Tidur, makan dan menjimak istri setelah berniat, tidak membahayakan (Tidak merusak niat). Andai kata orang itu berniat seiring dengan terbitnya fajar maka tidak sah niatnya. Sebab orang itu tidak meletakkan niatnya pada malam hari.

Niat yang paling sempurna adalah niat berpuasa hari besok untuk menunaikan kewajiban ramadhan tahun ini karena Allah.

Ketahuilah bahwa niat Ada’ atau Qadhak dan lain sebagainya, semua itu ada khilaf diantara para Ulama, Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab shalat dimuka (Bab Shalat Kitab Kifayatul Akhyar).

Di dalam berniat haruslah mantap. Jadi andaikata orang itu niat hendak keluar dari puasanya, tidak batal puasanya menurut qaul yang shahih.
Ketahuilah bahwa orang yang berpuasa itu wajib menahan diri dari hal yang bisa membatalkan puasanya. Perkara yang bisa membatalkan puasa ada bermacam-macam, diantaranya adalah makan dan minum dengan sengaja walaupun hanya sedikit.
Demikian pula yang serupa dengan makan. Jadi patokannya, puasa menjadi batal dengan masuknya suatu benda dari luar bada kedalam badan melalui lubang yang terbuka dengan sengaja dan ingat akan puasanya.

Sayarat ‘Dalam Badan” ialah masuk kedalam rongga dalam. Sekalipun benda yang masuk tidak berubah warna. Demikian yang Shahih. Sehingga andaikata ada seseorang meneteskan suatu benda cair ke dalam telinganya, atau memasukkan pencelak mata atau jerami kedalam telinga, dapat mebatalkan puasanya. Atau menyumbat kemaluannya dengan kapuk misalnya, juga dapat membatalkan puasa menurut qaul yang shahih.

Beda sekali dengan bercelak, meskipun orangnya dapat merasakan celaknya, tetapi tidak membatalkan puasanya. Sebab mata tidak merupakan anggota badan bagian dalam dan juga tidak ada lubang yang bisa menyampaikannya kedalam rongga.

Demikian pula andaikata orang itu menusukkan sebilah pisau kedalam daging betis, tidak batal puasanya. Sebab daging tersebut tidak termasuk anggota bagian dalam. Lain jika pisau itu ditusukkan kedalam perut, karena perut termasuk kedalam rongga bagian dalam.

Menelan ludah tidak membatalkan puasa. Kemudian apabila ludah telah bercampur dengan benda lain, baik benda lain itu suci seperti memilin benang berwarna dengan mulut atau berupa benda najis seperti gusi yang berdarah atau ludah yang telah berubah warna karena darah dapat membatalkan puasa tanpa Khilaf.

Andaikata darahnya telah hilang dan ludah sudah berubah menjadi putih, menurut qaul yang shahih jika ludah tersebut ditelan, makan puasanya akan menjadi batal dan mulutnya menjadi najis. Dan tidak dapat mensucikan mulut tersebut kecuali dengan berkumur-kumur.

Andaikata ludahnya keluar sampai batas bibir, lalu dikembalikannya dengan menggunakan lidah dan kemudian ditelan, maka batal puasanya. Demikian juga andaikata orang itu memilin benang dengan cara membasahi benang tersebut dengan ludahnya, lalu dimasukkan kemulut dalam keadaan basah, lalu bercampulah ludah yang membasahi benang dengan ludah didalam mulutnya, kemudian ludah yang ada didalam mulutnya ditelan, menjadi batalah puasanya.

Berbeda jika orang itu menjulurkan lidahnya keluar dan dipucuk  lidahnya terdapat ludah yang belum terpisah, lalu ludah itu ditelan, menurut qaul yang sahih, puasanya tidak menjadi batal.

Andaikata dahak turun dari kepala dan berhenti di atas tenggorokan, dilihat dulu. Apabila orang itu tidak dapat mengeluarkan dahak dan terpaksa dahak tersebut masuk ke dalam, puasanya tidak menjadi batal. Tetapi apabila orang tersebut bisa mengeluarkan dahak tersebut tapi dibiarkannya masuk kedalam, batal puasanya. Hal itu disebabkan karena keteledorannya.

Andaikata orang itu berkumur-kumur dan menghirup air dengan hidung, maka jika orang itu melakukannya dengan cara berlebihan, maka batal puasanya. Dan jika tidak, maka tidak batal puasanya. Dan terlanjurnya air masuk kedalam rongga ketika hendak mencuci najsinya rongga mulut maka hukumnya sama dengan berkumur-kumur.

Tidak ada komentar: